Senin, 03 Oktober 2011

SKABIES


SKABIES
(The itch, gudik, budukan, gatal agogo)


• Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var
• Epidemiologi
Cara penularan :
-          Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual
-          Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal
• Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda kelas Arachnida, ordo Ackrima, super famili Sarcoptes.Siklus hidupnya yaitu , setelah kopulasi di atas kulit yang jantan akan mati. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, sambil meletakkan telurnya. Bentuk betina yang telah dibuahi dapat hidup sebulan lamanya dan akan menjadi dewasa dalam 8 – 12 hari.
• Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri oleh garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira – kira 1 bulan setelah infestasi.
• Gejala klinis
Ada 4 tanda kardinal :
  1. Pruritus nokturna, gatal pada malam hari, karena aktifitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas
  2. Menyerang manusia secara kelompok
  3. Adanya terowongan atau kunikulus, berwarna putih atau keabu – abuan, bentuk garis lurus atau berkelok. Biasanya pada sela – sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamma, umbilikus, bokong
  4. Menemukan tungau
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut

• Pengobatan
Syarat obat yang ideal :
  1. Efektif terhadap semua stadium tungau
  2. Tidak menimbulkan iritasi dan toksik
  3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
  4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Jenis obat topikal
  1. Belerang endap
  2. Emulsi benzil benzoas
  3. Gama benzena heksa klorida
  4. Krotamiton
  5. Permetrin

Jumat, 05 Agustus 2011

Buta Warna


Buta warna adalah penglihatan warna – warna yang tidak sempurna. Cacat penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk :
  1. Trikromatik, Yaitu keadaan pasien yang mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Disebut trikromat anomali apabila pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dengan orang normal.
-          Deutroanomali, cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau
-          Protanomali, cacat pada merah
-          Tritanomali, merupakan cacat  pada melihat warna biru
-     Akromatopsia atau buta warna total, seseorang hanya dapat membedakan warna dalam bentuk hitam putih saja.
  1. Dikromat, pasien mempunyai 2 pigmen kerucut dan mengakibatkan sukar membedakan warna tertentu.
-          Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau
-          Deutranopia, kurang pigmen hijau
-          Tritanopia, dimana terdapat kesukaran membedakan warna merah dari kuning
  1. Monokromat atau akromatopsia dimana hanya terdapat satu jenis kerucut, yang sering mengeluh fotofobia, tajam penglihatan yang kurang.
  2. Dikenal juga bentuk buta warna monokromatisme rod (batang), disebut juga akromatopsia dimana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus dan fotofobia, skotoma sentral dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral sehingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja / malam.
  3. Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak terdapat nistagmus.

Buta warna kongenital biasanya berhubungan dengan kromosom X yang berhubungan dengan buta warna merah hijau, terdapat juga pada kelainan saraf optik, keracunan tembakau dan racun, neuritis retrobulbar, atrofi optik leher, dan lesi kompresi pada traktus optikus. Pada buta warna yang diturunkan ia tidakl bersifat progresif dan tidak dapat diobati. Gangguan biru kuning terdapat pada glaukoma, ablasi retina, degenerasi pigmen retina, degenerasi makula senil dini, miopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah retina, retinopati diabetik dan hipertensi, papil edem dan keracunan metil alkohol.

Uji isihara
Merupakan uji untuk mengetahui defek penglihatan warna didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna

Nyeri Kepala Tegang Otot (NKTO)


  Definisi 


           Nyeri kepala tipe tegang adalah rasa nyeri dalam seperti tertekan atau terikat erat, umumnya bilateral yang awalnya timbul secara episodik dan terkait dengan stress tetapi kemudian nyaris setiap hari muncul dalam bentuk kronis, tanpa ada kaitan psikologik yang jelas lagi.

Patofisiologi

           Tidak ada patofisiologi yang dapat menjelaskan terjadinya nyeri kepala tipe tegang secara tuntas; sejauh ini di duga terkait  dengan kejang berlebihan pada otot, ditemukan juga ada hubungan yang erat dengan factor psikofisiologik.

Klasifikasi 

1. NKTO  Episodik
2. NKTO  Kronis
3. NKTO  yang tak terklasifikasikan

Gambaran klinik
     Nyeri dirasakan bilateral, seperti diikat, ditindih barang berat atau perasaan tidak enak di kepala
     Nyeri berlangsung  30  menit sampai  7 hari
      ringan waktu bangun tidur, makin lama makin berat dan membaik sewaktu mau tidur
     Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan kelainan.


Diagnosa 

NKTO Episodik :
- minimal ada 10 kali serangan
- tidak ada rasa mual dan muntah
- tidak ditemukan fonofobia dan fotofobia

NKTO Kronis :
serangan paling sedikit  15  kali / bulan dan telah berlangsung > 6 bln diiringi salah satu gejala mual,fotofobia, fonofobia

NKTO  tak terklasifikasikan :
semua bentuk nyeri kepala yang mirip dengan gejala diatas, tetapi tidak memenuhi sarat untuk diagnosis salah satu NKTO dan juga tidak memenuhi criteria untuk nyeri kepala migren tanpa aura.

Penatalaksanaan

1. Pendekatan psikologik ( Psikoterapi )
2. Fisiologik ( Relaksasi )
3. Farmakologik : analgetik, sedative, dan minor trankuliser

Terapi Farmakologis

·         Analgesik
  - Asetosal 500-1000 mg / hari
  - paracetamol/metampiron 1000-1500mg/hari
  - asam mefenamat 1000-1500 mg/hari
  - atau kombinasinya
·         NSAID : naproxen sodium, dosis 275-550mg
                 2-3 kali/hari
·         Antidepresan
- Trisikilik antidepresan
- SSRI : Fluoxetin, Sertralin, dll
·         Muscle relaxan : Eperisone Hcl
·         Minor tranguiliser : diasepam, lorazepam,klobazam, dll


















Migren

Definisi

     Migren adalah nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2 – 72 jam dan bebas nyeri antara serangan, bersifat unilateral, berdenyut, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah.Dalam beberapa kasus migren didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.

Prevalensi

          Bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
          Dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa,        jarang setelah usia 40 tahun.
          Sekitar 65 – 75 % penderita adalah wanita.

Patogenesa

          Migren merupakan reaksi neurovaskuler terhadap perubahan mendadak dalam lingkungan eksternal atau internal. Masing-masing individu mempunyai “ambang migren” dengan tingkat kerentanan yang bergantung pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai tingkat sistim saraf.
         Mekanisme migren berujud sebagai refleks trigeminovaskular yang tidak stabil dengan cacad segmental pada jalur kontrol nyeri. Cacad segmental ini mengakibatkan masukan aferen kortikobulbar yang berlebihan. Hasil akhirnya adalah interaksi batang otak dan pembuluh darah cranial yang menimbulkan nyeri kepala dengan ciri berdenyut-denyut.

Klasifikasi

1.  Migren tanpa aura  ( migren biasa )
2. Migren dengan aura ( migren klasik )
            - dengan aura yang tipikal
            - dengan aura yang diperpanjang
            - dengan aura hemiplegi familial
            - dengan aura dari batang otak ( basilar migren )
            - dengan aura tanpa nyeri kepala
            - dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal ( serangan buta < 1 jam,      atau skotoma  satu mata )
5. Migren yang berhubungan dengan             gangguan intracranial
6. Migren dengan komplikasi
            - Status migren
            - Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tak terklasifikasikan

Gambaran klinik

1 . Migren tanpa aura :
-  nyeri kepala se sisi , berdenyut, intensitas sedang sampai               berat
-  serangan migren  4 – 72 jam
-  Tidak disertai mual, fotofobia atau fonofobia
-  nyeri bertambah hebat dengan aktivitas fisik
-            nyeri kepala waktu menstruasi, berhenti pada waktu hamil.

2. Migren dengan aura :
-  nyeri kepala di dahului gejala neurologik fokal yang sepintas
            ( 5 - 20 menit, tidak lebih dari 60 menit )
-  nyeri kepala se sisi, berpindah-pindah ( kanan – kiri )
-  diikuti mual, muntah, takut cahaya, muka pucat.
     Aura dapat berupa :
   gangguan penglihatan
   kesemutan unilateral
   kelumpuhan unilateral dengan atau tanpa afasia

Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa :
    Akut         :   Ergometrin tartrat

    Preventif   :   -  Metisergid maleat
                         -  Propanolol
                          -  Amitryptilin
                          -  Flunarisin
2.  Terapi tanpa obat:
                           - Yoga
                           - Meditasi, hipnotis.










        


Luka bakar (combustio)

1.1 Definisi
Suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam.

1.2 Epidemiologi
Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian 5 - 6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %.

1.3 Etiologi
Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis penyebab, antara lain:
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.
6. Luka bakar karena tungku panas/udara panas
7. Luka bakar karena ledakan bom.

1.4 Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 % “Blood Volume” setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat).
Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).
Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita akan meninggal.
Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik. Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala tukak peptic. Kelainan ini dikenal dengan “Tukak Curling” yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena.
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.
  1. Fase akut / fase syok / fase awal.
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD/Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi.
  1. Fase Subakut
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :
ü  Proses inflamasi atau infeksi.
ü  Problem penutupan luka
ü  Keadaan hipermetabolisme.
  1. Fase Lanjut
Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.

1.5 Derajat Luka Bakar
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:
  1. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

  1. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
  1. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.
  1. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

1.5.1  Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher         : 9 %
Lengan                                    : 18 %
Badan Depan              : 18 %
Badan Belakang          : 18 %
Tungkai                       : 36 %
Genitalia/perineum      : 1 %
Total                            : 100 %


Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.



1.5.2  Kriteria Berat Ringan Luka Bakar
(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 – 20 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

1.6 Penatalaksanaan Penderita Luka Bakar
Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma-trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.
I. Evaluasi Pertama (Triage)
a. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume sirkulasi
b. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine.
c. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.
d. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.
1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya.
2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)

II. Penanganan di Ruang Emergency
1.      Diwajibkan memakai sarung tangan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.
2.      Bebaskan pakaian yang terbakar.
3.      Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya trauma lain  yang menyertai.
4.      Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.
5.      Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasangan scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.
6.      Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
7.      Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten pengisapan.
8.      Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara intramuskuler.
9.      Timbang berat badan
10.  Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
11.  Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur Savlon 1 : 30
12.  Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar) dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing.
13.  Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

III. Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstravasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan /organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkan perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula

RESUSTASI CAIRAN
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa = Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak = Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua :       
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans à Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I               à 8 jam X ½
à 16 jam X ½
Hari II             à ½ hari I
Hari ke III       à sama dengan hari ke II

IV. Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial. Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat dibanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2. Sputum tercampur arang.
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.